PENINGKATAN KUALITAS PELAKSANAAN
AKREDITASI PAUD DAN PNF
Oleh: Muhammad
Aziz, SH, C.Ht
A. Pendahuluan
Peningkatan kualitas pelaksanakan akreditasi
merupakan suatu proses untuk mendapatkan pengakuan terhadap lembaga pendidikan
yang diberikan oleh BAN PAUD dan PNF setelah dinilai bahwa lembaga itu memenuhi
syarat kebakuan atau kriteria standar nasional pendidikan anak usia dini dan
pendidikan non formal.
Pengelola pendidikan setiap dengar akreditasi
dibenaknya teringat semak belukar tentang ruwetnya administrasi, menyediakan
sarana prasarana agar tercapai target akreditasi grade A, segala daya upaya
dilakukan. Sampai-sampai tugas pokok guru sementara terlupakan untuk kejar
tayang hari H asesor datang untuk visitasi dan penilaian proses akreditasi.
Pada dasarnya akreditasi yang dilakukan BAN PAUD dan PNF sebagai bentuk
pertanggungjawaban secara obyektif, adil, transparan dan komprehensif oleh
satuan pendidikan kepada publik, itu yang harus dipegang oleh pihak lembaga
penyelenggara pendidikan PAUD dan PNF, seharusnya tidak harus buat-buat dan
ada-adakan dalam ‘sekecap malam’ sehingga timbul rasa berat dan memberatkan.
Penyelenggara pendidikan sejak awal seharusnya
berkomitmen untuk terus meningkatkan kuatitas pelayanan pendidikan baik sumber
daya guru maupun sarana prasarananya tanpa menunggu untuk ‘dipaksa’ BAN PAUD dan
PNF dalam program akreditasi. Jika lembaga penyelenggara sudah komintmen untuk
terus meningkatkan kualitas dengan ringan dan penuh bahagia tanpa
didorong-dorong untuk akreditasi sudah otomatis lembaga bermutu, tinggal Badan
Akreditasi PAUD dan PNF penilaian kelayakan program dan satuan PAUD dan PNF
berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan untuk memberikan penjaminan mutu
pendidikan sesuai dengan standar pendidikan.
B. Dasar Hukum
Dasar hukum lembaga pendidikan untuk diakreditasi
oleh BAN PAUD dan PNF adalah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2015 tentang Perubahan
Kedua Atas PP No.19 Tahun 2005 Standar Nasional Pendidikan, dan Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 52 Tahun 2015 tentang BAN PAUD dan PNF.
C. Problematika
& Solusi
Tak dipungkiri pelaksanaan akreditasi saat ini
masih sangat minim dari layak karena masih belum memenuhi kriteria-kriteria
yang tertera dalam prosedur akreditasi dan masih terfokus pada pemenuhan kuota
bukan pada kualitas akredtiasi sesuai dengan kisi-kisi akreditasi yang
dituangkan dalam instrumen penilaian akreditasi, itupun pelaksanaannya masih
mengalami banyak hambatan dengan banyaknya ketidaksesuaian data yang diperoleh
dengan kenyataan di lapangan yaitu saat monitoring dan evaluasi. Sering adanya
perjanjian antara pihak assessor dengan pihak yang di akreditasi, sehingga tidak
adanya akuntabilitas publik.
Niat mulia pemerintah dalam mengemban amanah
untuk mencerdaskan anak bangsa yang tertuang dalam standar pendidikan nasional
diaplikasikan dalam akreditasi pendidikan yang mencakup 8 tandar Nasional
Pendidikan; standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar
pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar
pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan belum
menyentuh substansi filosofi sejati pendidikan. Masih berkutat dalam penilaian
dan evaluasi ‘kulit’ dari institusi pendidikan, belum menyentuh substansi
‘daging’ pendidikan itu sendiri. Yaitu sekolah sebagai institusi pendidikan
yang MEMBAHAGIAKAN bukan sekedar MENYENANGKAN belaka. Seharusnya BAN PAUD dan
PNF dalam menilai dan mengevalusi akreditasi lembaga pendidikan dalam hal ini
PAUD dan PNF lebih menitikberatkan proses perjuangan pengelola lembaga
untuk terus eksis menginspirasi dan mencerdaskan anak bangsa, bukan serta merta
hasil dari ‘kulit’ pendidikan belaka yang diakreditasi.
Sinergitas yang dilakukan oleh Ditjen PAUD dan
Dikmas dengan lembaga-lembaga di bawahnya belum optimal betul. Sering terjadi
perbedaan kebijakan dan perlakuan antar satu kabupaten/kota walaupun dalam satu
propinsi. Misalkan tentang perijinan taman baca masyarakat antara Kabupaten
Tangerang dengan Kota Tangerang Selatan berbeda dalam mengeluarkan kebijakan
perijinan. Ini yang membuat bertanya ada apa sebenarnya? sama-sama bertujuan
untuk mencerdaskan anak bangsa, sama-sama dasar hukumnya tapi beda
perlakuannya. Jadi hal semacam ini perlu disinkronkan dan perlu dibuat pedoman
perijinan yang transparan dan berkeadilan. Sehingga dalam monitoring dan
evaluasi lebih tertata dan tersandarisasi menuju akreditasi tanpa ada paksaan
atau keberatan karena sudah melalui proses menata diri agar lebih berkualitas
dan akuntabel.
Ijin Operasional oleh Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota
sesuai dengan Permendiknas No.63 Tahun 2009 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan
dimana Ijin Operasional diberikan pada program dan satuan PAUD dan PNF yang
sudah memenuhi Standar Pelayanan Minimal (SPM) dengan referensi Instrumen
Akreditasi BAN PAUD dan PNF belum berlaku. Saat penulis mengajukan perijinan
satuan pendidikan TK setelah berlaku 3 tahun dan wajib mengajukan perpanjangan
ijin operasional kembali. Menurut penulis ini tidak efektif dan membuang energi
saja, seharusnya ijin operasional diberlakukan tanpa masa berlaku dan
diharuskan masa proses pembenahan lembaga untuk mempersiapkan dan mengajukan
akreditasi selambat-lambatnya 5 tahun setelah ijin operasional dikeluarkan. Ini
untuk menghindari tumpang tindik administrasi perijinan; ijin operasional ya,
akreditasi juga ya. Ruwet dan tidak efektif. Hal semacam ini perlu disosialisasi
melalui lokakarya, bimbingan teknis, dan pendampingan penjaminan mutu oleh
Ditjen PAUD dan Dikmas maupun BAN PAUD dan PNF pusat maupun propinsi.
Bicara kualitas pelaksanaan akreditasi wajib
mengikutsertakan seluruh lapisan masyarakat pendidikan agar lebih akuntabel.
Tidak hanya melibatkan perguruan tinggi, organisasi mitra, dan forum asesor
saja. BAN PAUD dan PNF harus melibatkan organisasi mitra maupun perorangan yang
kompeten dan berintegritas tinggi. Sebab ada dimasyarakat yang tidak diajak
oleh organisasi mitra, tapi orang tersebut mempunyai kapasitas, kapabelitas,
dan integritas tinggi demi memajukan pendidikan nasional, misalkan pendiri
yayasan pendidikan, kiai, ulama, pegiat pendidikan. Ini harus diajak musyawarah
bersama karena beliau-beliau inilah tahu persis kondisi pendidikan di bawah
atau sebagai praktisi pendidikan.
D. Penutup
Peningkatan kualitas pelaksanaan akredtiasi
tidak serta merta hanya peran sepihak saja. Baik satu lembaga pendidikan, BAN
dan PNF, serta masyarakan pendidikan harus terlibat demi kemajuan pendididkan
yang membahagiakan. Sekolah bermutu itu suatu perjuangan yang panjang, proses
panjang tidak bisa instant dalam satu bulan bermutu dan layak akreditasi. Perlu
sosialiasi, bimbingan, dan monitoring secara terpadu, baik penilik/pengawas PAUD
dan PNF, badan BAN PAUD dan PNF serta Dinas Pendidikan kabupaten/kota yang
membawahi bidang PAUD dan PNF harus proaktif membina lembaga-lembaga pendidikan
dibawah pengawasaannya. Sehingga nantinya setelah tiba waktunya akreditasi
tidak gagap dan karetan bekerja semalam sehingga hasil tidak berkualitas.
Sosialiasi harus punya target dan progres yang jelas dan transparan tidak
sekedar gugur kewajiban menjalankan tugas negara.
*Master Trainer & Pendiri Yayasan PENACERDAS, pendiri Rumah Cerdas, pendiri TK Islam Terpadu
Al Jawwad, pendiri Madrasah Al Jawwad, pendiri PREP (Pusat Riset dan Evaluasi
Pendidikan), pendiri MAZ Center. www.kangaziz.id